Register
dalam Interaksi di Bengkel Motor Raja Pajang Surakarta
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Bahasa merupakan sarana
yang sangat penting dalam kehidupan manusia,
sehingga setiap individu dapat berinteraksi
secara langsung. Bahasa juga merupakan alat komunikasi antaranggota masyarakat
berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Pada suatu
saat manusia tidak mungkin tidak terlihat secara nyata berbicara, tetapi pada
hakekatnya, ia masih menggunakan bahasa. Bahasa adalah alat yang dipakai untuk
membentuk pikiran, perasaan, keinginan, penutur sehingga apa yang diharapkan
dapat diterima secara baik dan komunikatif oleh orang yang diajak berbicara.
Bahasa merupakan sistem
lambang bunyi yang bersifat arbitrer, yang digunakan oleh suat masyarakat tutur
untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Chaer, 2006:1),
sejalan dengan pendapat yang disampaikan Chaer, Wibowo (2001: 3) menyatakan bahwa
bahasa merupakan sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi
(dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbriter dan konvensional, yang
dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan
perasaan dan pikiran.
Sepanjang hidup manusia
selalu berbuat sesuatu dan perbuatan yang dilakukan hampir seluruhnya
berhubungan dengan orang lain. Untuk mengadakan hubungan dengan orang lain
manusia membutuhkan bahasa. Itulah sebabnya bahasa dikatakan memiliki fungsi
sosial, yaitu sebagai alat penghubung di dalam masyarakat. Fungsi utama bahasa
adalah sebagai alat untuk bekerja sama atau berkomunikasi di dalam kehidupan
manusia bermasyarakat (Chaer, 2006: 2). Untuk berkomunikasi sebenarnya dapat
juga digunakan cara lain misalnya isyarat, lambang-lambang gambar atau
kode-kode tertentu lainnya. Tetapi dengan menggunakan bahasa komunikasi dapat
berlangsung lebih baik dan lebih sempurna.
Dalam kehidupan
sehari-hari manusia tidak terlepas dari pemakaian bahasa. Dengan bahasa
seseorang dapat mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan keinginan dalam
menyampaikan informasi. Di dalam komun ikasi bahasa dapat dibagi menjadi dua
yaitu bahasa lisan dan tulis yang memiliki unsur pembentuk bahasa yaitu,
kosakata, frase, kalimat dan paragraf hingga membentuk wacana. Dari wacana tersebut kemudian bahasa dapat
diungkapkan.
Dalam mengungkapkan
bahasa, manusia menggunakan berbagai macam ragam dan variasi yang disesuaikan
dengan situasi di mana pembicaraan itu dilakukan. Bahasa yang dipakai untuk
berbicara dengan orang tua, anak-anak, teman sejawat, pemimpin sekolah sangat
berbeda. Kita pun akan menggunakan bahasa dengan cara yang berbeda apabila kita
bertemu dengan teman pada keadaan yang berbeda pula. Dalam kaitan dengan hal
tersebut, kita melihat bahwa bahasa itu mempunyai keragaman jenis dan bervariasi
karena bahasa dipakai oleh sekelompok atau individu yang berbeda sifatnya.
Manusia dalam sepanjang
hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi.
Di dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,
gagasan, isi pikiran, maksud, realitas dan sebagainya. Sarana yang paling vital
untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah bahasa. Dengan demikian fungsi bahasa
yang paling utama adalah sebagai sarana komunikasi. Setiap anggota masyarakat
dan komunitas selalu terlibat dalam komunikasi bahasa, baik dia bertindak
sebagai komunikator (pembicara atau penulis) maupun sebagai komunikan
(mitrabicara, penyimak, pendengar, atau pembaca).
Berkaitan dengan fungsi
bahasa, ahli bahasa MAK Halliday dalam Sumarlam (2003: 1-3) memaparkan tujuh
fungsi bahasa sebagai berikut.
a. Fungsi
Instrumental (the instrumental function). Bahasa berfungsi menghasilkan kondisi-kondisi
tertentu dan menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu.
b. Fungsi
regulasi (the regulatory function).
Bahasa berfungsi sebagai pengawas, pengendali, atau pengatur peristiwa; atau
berfungsi untuk mengendalikan serta mengatur orang lain.
c. Fungsi
pemerian atau fungsi representasi (the
representation function). Bahasa berfungsi untuk membuat
pernyataan-pernyataan menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan,
atau melaporkan realitas yang sebenarnya sebagaimana yang dilihat atau dialami
orang.
d. Fungsi
interaksi (the interacsional function).
Bahasa berfungsi menjamin dan memantapkan ketahanan dan keberlangsungan
komunikasi serta menjalin interaksi sosial.
e. Fungsi
perorangan (the personal function).
Bahasa berfungsi sebagai pemberi kesempatan kepada pembicara untuk
mengekspresikan perasaan, emosi pribadi, serta reaksi-reaksi yang mendalam.
Dalam hal ini bahasa yang dipakai untuk berkomunikasi biasanya menunjukkan
kepribadian seseorang.
f. Fungsi
heuristik (the heuristic function).
Bahasa berfungsi sebagai pelibatan pengguna bahasa untuk memperoleh ilmu
pengetahuan sebanyak-banyaknya dan mempelajari seluk beluk lingkungannya.
g. Fungsi
imajinatif (the imaginative function).
Bahasa berfungsi sebagai pencipta sistem, gagasan, atau kisah yang imajinatif.
Berbicara tentang
bahasa, maka tak lepas dari kemampuan komunikatif. Seperti yang dipaparkan oleh
Suwito (dalam Wijana dan Rohmadi, 2006: 9) “Kemampuan komunikatif meliputi kemampuan
bahasa yang dimiliki oleh penutur beserta kemampuannya mengungkapkan sesuai
dengan fungsi dan situasi serta norma-norma pemakaian bahasa dalam konteks
sosialnya”. Hal tersebut mempunyai pengertian bahwa selain mempuanyai kemampuan
struktural dalam hal bahasa, seorang komunikator harus bisa menentukan bentuk
bahasa yang baik yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Faktor
situasional dan sosial inilah yang selanjutnya menimbulkan bahasa yang berbeda
dan pemakaian bahasa yang beraneka ragam sehingga menimbulkan adanya variasi
bahasa.
Dengan adanya berbagai
macam variasi bahasa dalam masyarakat, banyak sekali yang dapat dikaji atau
diteliti, antara lain terdapat pemakaian bahasa yang dipakai kelompok sosial
tertentu seperti; pedagang, dokter, polisi, guru, reporter, penyanyi,
pialang/makelar, nelayan, bengkel, dan sebagainya. Satu kelompok masyarakat
dalam satu profesi tersebut biasanya mempunyai variasi bahasa yang khusus yang
dimilikinya guna memperlancar komunikasi di kalangan mereka.
Salah satu kelompok
profesi yang ada dalam masyarakat adalah profesi bengkel servis sepeda motor.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 174-175) disebutkan “bengkel
merupakan tempat memperbaiki sepeda, motor, mobil, dan sebagainya”. Adapun
perbengkelan mempunyai pengertian “tempat yang merupakan kelompok usaha
bengkel”. Bengkel motor merupakan tempat memperbaiki sepeda motor dengan segala
kerusakan pada motor.
Profesi sebagai usaha
bengkel servis motor serta bahasa yang digunakan ternyata tidak bisa dianggap
enteng atau hanya dipandang sebelah mata. Karena bila diteliti lebih lanjut
ternyata banyak sekali istilah-istilah yang khas/khusus. Dengan kata lain hanya
orang tertentu yang secara khusus mempelajarinya saja yang dapat menggunakan
istilah tersebut. Istilah yang khusus tersebut hanya digunakan dalam dunia
bengkel.
Sebagai salah wadah
profesi servis, bengkel lazimnya memiliki keahlian di dalam melayani keluhan
pada sepeda motor, layanan servis dan layanan perawatan motor. Mereka berkumpul
menjadi satu dalam bengkel membagi tugas masing-masing. Ada sebagai pelayan
toko dan ada juga sebagai tukang servis motor.
Dalam melakukan
aktivitas, bengkel senantiasa melakukan bentuk interaksi sosial (sesama bengkel
atau dengan konsumen). Bentuk interaksi sosial itu membutuhkan bahasa sebagai
sarananya. Untuk itu, setiap bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi
konkret pada saat melakukan aktivitas perbengkelan tersebut sering diistilahkan
dengan bentuk pemakaian
bahasa.
Mengenai fenomena di
atas, Agricola dan Protze dalam Purnanto (2002: 3) menyatakan bahwa kelompok
masyarakat penutur berdasarkan profesi terbentuk karena suatu gaya hidup yang
sama dan sering hidup bersama berdasarkan satu status profesi dan wibawa status
tertentu. Selanjutnya ditambahkan bahwa orang, benda, dan perbuatan yang
memegang peran istimewa dalam lingkup kelompok tersebut memperoleh istilah-istilah
yang khas.
Bahasa yang digunakan
dalam bengkel adalah bahasa yang khas dan banyak perbedaannya dengan bentuk
tuturan pada bidang lain. Fenomena tentang penggunaan bahasa yang khusus dalam
studi sosiolinguistik disebut dengan istilah register (Sujarwanto
dan Jabrohim, 2002: 3).
Interaksi
yang terjadi dalam suatu bengkel tidak serta merta semua orang mengetahui. Hal
ini menunjukkan bahwa bahasa memiliki karakteristik tersendiri yang disebabkan
fungsi bahasa sebagai alat interaksi. Berdasarkan tempat dan keadaan sosial,
maka bias dilihat di bawah ini salah satu bentuk interkasi seorang pelanggan
dengan mekanik bengkel.
Pelanggan : Mas cobo cekken rem buri kok suarane yen direm ngikk,
ngik.
Mekanik : Paling kampase entek mas.
Pelanggan : Yo dicek sik mas,
yen entek mengko diganti sisan ya. Masalahe arep tak nggo luar kota sisuk.
Mekanik : Iyo mas, tak
ngrampungne karburatore sik ya mas.
Pelanggan : Oke-oke.
Translit.
Pelanggan : Mas coba dicek rem belakang kok suaranya kalau direm
bunyi ngik ngik ngik.
Mekanik : Mungkin kampasnya habis mas.
Pelanggan : Ya dicek dulu mas,
kalau habis nanti diganti sekaliyan ya. Masalahnya mau saya bawa keluar kota
besok.
Mekanik : Iya mas, saya
selesaikan karburatornya dulu ya mas.
Pelanggan : Oke-oke
Dari
bentuk interaksi di atas terdapat istilah khusus yang berbeda dengan bidang
lain. Istilah khusus terdapat pada kata rem,
kampas, dan karburator. Istilah-istilah tersebut termasuk khusus dalam
bidang perbengkelan.
Dengan demikian,
penulis sangat tertarik dengan interaksi yang terjadi di Bengkel Motor Raja
Pajang Surakarta. Hal ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik bahasa yang
digunakan dalam berinteraksi. Tidak hanya karakteristik saja namun peneliti
juga ingin mengetahui register/bahasa khusus yang ada di bengkel tersebut. Berlatar
belakang hal tersebut, penulis berencana melaksanakan penelitian dengan judul “Register
dalam Interaksi di Bengkel Motor Raja Pajang Surakarta”.
B.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, ada dua masalah yang perlu
dibahas.
a. Bagaimana
karakteristik pemakaian bahasa dalam interaksi di bengkel sepeda motor Raja?
b. Bagaimana
register pemakaian bahasa dalam interaksi di bengkel sepeda motor Raja?
c. Bagaimana
kosakata khusus yang digunakan dalam interaksi di bengkel sepeda motor Raja?
C.
Tujuan
Penelitian
Sesuai dengan perumusan
masalah di atas, maka tujuan penelitian ini.
a. Mendiskripsikan
karakteristik pemakaian bahasa dalam interaksi yang terjadi di bengkel sepeda
motor Raja.
b. Mendiskripsikan
register pemakaian bahasa yang terjadi di bengkel sepeda motor Raja.
c. Mengidentifikasi
kosakata khusus yang digunakan dalam interaksi yang terjadi di bengkel sepeda
motor Raja.
D.
Manfaat
Penelitian
Penelitian ini
diharapkan memiliki manfaat teoritis dan praktis.
a. Manfaat
teoritis
Manfaat teoritis ini
adalah manfaat yang berhubungan dengan pengembangan ilmu penegtahuan dalam
bidang kebahasaan (linguistik). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
wawasan mengenai register, khususnya pemakaian bahasa dalam komunikasi
perbengkelan, sehingga dapat memperkaya kajian sosiolinguistik bagi pemerhati
bahasa.
b. Manfaat
praktis
1)
Memberikan sumbangan
peristilahan tentang bahasa komunikasi bengkel beserta maknanya kepada
masyarakat terutama bagi mereka yang baru mengenal pada tataran awal.
2)
Menambah wawasan
masyarakat tentang penggunaan bahasa perbengkelan.
3)
Memberikan wawasan bagi
penelitian yang lain dalam bidang yang sama.
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
- Kajian Pustaka
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan telah
dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu penelitian Setyonugroho (2003) berjudul
“Pemakaian Bahasa Jawa di Panti Sosial Daerah Kebakkramat”,. Hasil
penelitiannya berisi (i) penggunaan pilihan bahasa yang digunakan di Panti
sosial Kebakkramat meliputi bahasa Jawa ngoko
kasar dan ngoko halus, (ii)
bentuk bahasa di Panti Sosial Kebakkramat meliputi bahasa campuran yaitu bahasa
Jawa dan bahasa Indonesia, (iii) kekhasan pemakaian bahasa Jawa di Panti Sosial
Kebakkramat yang meliputi kata sapaa, bentuk pengulangan, bentuk kata, variasi
bahasa dan dialek bahasa Jawa. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
Setyonugroho adalah sama-sama meneliti tentang bahasa yang khas Perbedaannya, penelitian Setyonugroho pada bahasa
yang diteliti lebih ditekankan pada bahasa Jawa.
Penelitian Usdiyanto (2003)
berjudul “Register Militer: Kajian Sosiopragmatik (Studi Kasus di Sekolah
Menengah Umum Taruna Nusantara Magelang)”. Dalam penelitian menunjukkan bahwa
terdapat bentuk-bentuk register militer
yang khas sesuai dengan fungsi pemakaiannya, misalnya terdapat bentuk khas
register militer dalam bertelepon, register bersemuka, register dalam upacara,
register dalam rapat, register dalam amanat pejabat, dan register dalam
pertempuran/latihan pertempuran. Bentuk-bentuk register ini tidak dapat
dipertukarkan fungsi pemakaiannya karena akan menimbulkan kekacauan komunikasi.
Di samping itu, dalam penelitian ini ditemukan fenomena lain yang penting,
yakni bentuk-bentuk register yang digunakan oleh atasan berbeda dengan register
yang digunakan bawahan. Kedua bentuk register ini tidak dapat dipertukarkan
pula pemakaiannya.
Dari
sudut pandang pragmatik, karakteristik, register militer ditandai dengan
pemakaian tindak tutur asertif, direktif, ekspresif, dan deklaratif yang khas
dilingkungan militer. Tindak tutur tersebut berbeda antara karakteristik yang
digunakan oleh atasan dengan yang digunakan oleh bawahan. Rehister militer juga
memiliki karakteristik khusus dalam menggunakan prinsip-prinsip komunikasi
tutur, khususnya prinsip kerja sama. Pemakaian maksim-maksim kuantitas,
kualitas, relevansi, dan pelaksanaan amat dominan dalam tuturan militer.
Sistem
komunikasi militer menghendaki jenis-jenis informasi yang langsung, singkat,
dan akurat; tidak mendua dan tidak menimbulkan ketaksaan. Oleh karenanya, teori
mengenai prinsip kesopanan dalam komunikasi resmi militer tidak banyak
digunakan.
Persamaan
penelitian ini dengan penelitian Usdiyanto adalah sama-sama mengkaji tentang
register. Perbedaannya,
penelitian Usdiyanto lebih menekankan pada aspek pragmatik dan tindak tutur.
Penelitian
Basuki (2003) berjudul
“Karakteristik Pemakaian Bahasa dalam Program Telepon pada Radio di Wilayah
Surakarta: Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik”, membahas tentang bentuk-bentuk
tuturan, faktor-faktor yang mempengaruhi tuturan dan istilah kata yang ada
dalam program telepon pada radio. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya
(1) variasi bentuk tuturan yang mencakup variasi bidang fonologi, morfologi,
leksikon dan sintaksis, (2) adanya faktor yang mempengaruhi pemakaian bahasa
dalam program telopon yang meliputi partisipasi, situasi, tujuan, nada,
suasana, berbicara, sarana tutur dan kesempatan berbicara, (3) adanya sejumlah
kosa kata yang secara konvensional menjadi istilah yang khas dalam program
telepon pada radio wilayah Surakarta.
Persamaan
penelitian ini dengan penelitian Basuki terletak pada kajian sosiolinguistik
pada karakteristik bahasanya dan kosa kata khusus. Perbedaannya, dalam penelitian Basuki menekankan pada
faktor-faktor yang mempengaruhi tuturan.
Penelitian Wulandari (2004) berjudul
“Karakteristik Bahasa pada Kartu Atensi di RSPD Buana Asri Sragen”,
memperlihatkan hasil penelitian bahwa kata-kata khusus sebagai penentu sebuah
pemakaian bahasa. Bahasa pada kirim program kartu atensi merupakan variasi
bahasa yang mempunyai kata khas dengan makna yang khas pula. Hasil penelitian
yang ditemukan: (1) sapaan khusus, (2) bentuk salam terdiri salam pembuka dan
salam penutup, (3) tujuan atau tema adalah maksud dari penulis kartu Atensi. Tema dan penulis kartu Atensi antara lain: mengirim salam,
meminta lagu, dan mencari informasi. Persamaan penelitian Wulandari dengan
penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang karakteristik bahasa. Perbedaannya, penelitian Wulandari lebih
menekankan pada kata khas.
Penelitian Damayanti (2005)
berjudul “Register Komunitas Musik pada Beberapa Restauran dan Hotel Berbintang
di Kodya Surakarta”. Dari analisis data yang dilakukan, maka tercapailah satu
simpulan (1) Komunitas Musik menggunakan beragam istilah atau kosakata khusus
dalam berkomunikasi. (2) Istilah ataupun kosakata khusus tersebut dipergunakan
berbagai percakapan yang terjadi dalam komunitas musik, serta mempunyai makna
tersendiri. (3) Percakapan yang mengandung kosakata khusus dalam komunitas
musik mempunyai fungsi untuk menyatakan maksud dan tujuan pembicaraan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Damayanti yaitu sama-sama meneliti
tentang register cakupan sosiolinguitik. Perbedaannya, penelitian ini dengan penelitian
Damayanti adalah lokasi penelitiannya.
Penelitian
Khasanah (2005) berjudul “ Pemakaian bahasa di Panti Karya Wanita (PKW) Wanita
Utama Surakarta (Kajian Sosiolinguistik)”. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan: (1) kosakata bahasa yang digunakan para wanita di Panti Karya
Wanita cenderung bersifat kasar dan vulgar, berupa umpatan dan ungkapan khusus;
(2) makna bahasa yang digunakan para wanita di Panti Karya wanita bermakna
denotatif pada kata-kata kasar, vulgar dan ungkapan khusus dan bermakna
konotatif pada kata-kata umpatan. Makna dapat diketahui dari kontek pembicaraan,
siapa yang berbicara, kapan, di mana, dan mengenai masalah apa; dan (3) alasan
yang mendasari penggunaan bahasa para wanita di Panti Karya Wanita dilandasi
oleh faktor: (a) faktor kebiasaan; para wanita di Panti Karya Wanita biasanya
berbahasa yang kasar dan vulgar. Hal ini disebabkan oleh kehidupan mereka yang
sebelumnya; (b) faktor latar belakang dan status sosial; latar belakang
kehidupan para wanita di Panti Karya Wanita berasal dari status sosial yang
rendah serta dari kalangan yang tidak berpendidikan. Hal ini disinyalir
mempengaruhi pola pikir dan kebiasaan mereka dalam berbahasa; dan (c) faktor
emosi; emosi yang kurang terkendali menyebabkan para wanita di Panti Karya
Wanita berbicara dengan bahasa yang kasar. Mereka sering meluapkan emosi kemarahannya
dengan mengeluarkan kata-kata kasar maupun umpatan. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian Khasanah terletak pada kajian sosiolinguistik mengenai
kosakata yang khas. Perbedaannya, penelitian Khasanah lebih menekankan
pada faktor-faktor penyebab tuturan.
- Landasan Teori
1. Sosiolinguistik
Pembicaraan
mengenai studi sosiolinguistik berhubungan dengan tipe teori dalam linguistik.
Menurut Verhaar dalam Dwiraharjo (2001:33) ada empat teori dalm linguistik.
Tipe-tipe teori itu prinsip (dasar) analisisnya pada tiga hal. Yaitu (1)
ekspresi, (2) makna, dan (3) situasi. Adapun keempat teori tersebut dapat
disebutkan dan dijelaskan sebagai berikut.
a.
Teori yang mengakui tingkat ekspresi dan
tingkat makna, yang kedua-duanya dimiliki oleh tuturan bahasa (lingual utterence); sebagai tokohnya
yaitu Ferdinand de Saussure dan Hyelmslev.
b.
Teori yang mengakui ekspresi tetapi
mengesampingkan makna dan kemudian dikenal dengan aliran Behaviorisme; sebagai
tokohnya yaitu Bloomfield
dan Haris.
c.
Teori yang mengaku ekspresi dan situasi
sebagai faktor penentu pada tingkat makna akan tetapi makna sendiri tidak
diakui secara penuh; seperti yang dikemukakan Malinowski dalam teori Firth,
Boas dan Sapir.
d.
Teori yang mengakui makna, ekspresi, dan
situasi sekaligus; sebagai tokohnya yaitu Reuchling.
Sehubungan
dengan keempat teori tersebut, sosiolinguistik termasuk dalam teori yang
keempat; akan tetapi dengan urutan ekspresi, situasi, dan makna.
Sosiolinguistik analisisnya memperhitungkan ekspresi, situasi, dan makna, yang
ketiga-tiganya harus erat hubungannya dan saling menentukan. Khususnya mengenai
faktor situasi ini dalam sosiolinguistik dapat disejajarkan dengan kontek
pemakaiannya (Dwiraharjo, 2001:34).
Studi
sosiolinguistik memandang bahasa (ekspresi) bukan hanya sebagai tanda akan tetapi
bahasa pertama-tama akan dipandang sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi
serta merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat tertentu. Oleh karena itu,
penelitian bahasa secara sosiolinguistik selalu memperhitungkan pemakaiannya di
dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial tertentu. Adapun
faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi wujud bahasanya antara lain:
ststus sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin, dan
lain sebagainya. Selain itu, wujud bahasanya juga dipengaruhi oleh faktor
situasional , misalnya siapa yang berbicara, bentuk bahasa apa, kepada siapa,
kapan, di mana, dan mengenai masalah apa. Faktor-faktor situasional tersebut
seperti yang telah dirumuskan oleh Fishman Who
speakswhat language to whom and when (dalam Suwito, 1996: 3; Dwiraharjo, 2001: 34; dan Wijana
dan Rohmadi 2006: 7)
Pendapat
tentang sosiolinguistik yang mudah dipahami dan dimengerti, penulis mengacu
pada pendapat Nababan (1991: 2) yakni
“sosiolinguistik adalah studi bahasa yang berhubungan dengan penutur bahasa
sebagai anggota masyarakat atau mempelajari dan membahas aspek-aspek
kemasyarakatan bahasa khususnya variasi-variasi yang terdapat dalam bahasa yang
berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan”. Selain Nababan, pendapat dari
ahli lainya yaitu Chaer dan Agustina (2004: 3) berpendapat bahwa
“sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner
dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan
faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur”.
Telah
dijelaskan di atas, bahwa sosiolinguistik adalah gabungan dari dua disiplin
ilmu yaitu ilmu tentang kemasyarakatan dan ilmu tentang bahasa, dengan demikian
sosiolinguistik bersifat interdisipliner, “sosiolinguistik berusaha menjelaskan
kemampuan manusia di dalam menggunakan
aturan-aturan berbahasa secara tepat dalam situasi-situasi yang bervariasi”
(Ohoiwutun, 2002: 9). Dengan pengertian di atas sangat jelas bahwa kemampuan
manusia dalam berbahasa sangat penting. Dengan memahami prinsip-prinsip
sosiolinguistik, setiap penutur akan menyadari betapa pentingnya peranan
ketepatan pemilihan veriasi bahasa sesuai dengan konteks sosial; selain
kebenaran secara struktural-gramatikal dalam pemakaian bahasa.
Karena
sosiolinguistik termasuk ilmu yang bersifat interdisipliner, maka
sosiolinguistik termasuk dalam pembidangan makrolinguistik. Maksud dari
makrolinguistik di sini adalah penganalisisan bahasa dalam hubungannya dengan
faktor-faktor eksternal di luar bahasa, termasuk di dalamnya ilmu-ilmu bahasa
terapan (Ohoiwatun 2002: 10).
Pengertian
di atas dapat dikatakan, bahwa sosiolinguistik dalam area makrolinguistik
sangat berguna untuk mengamati beberapa fakta sosial dalam memahami
masalah-masalah bahasa dan memandang bahasa sebagai gejala sosial secara lebih
jelas dan cermat.
2. Pengertian Variasi Bahasa
Variasi
bahasa merupakan bahasa pokok dalam studi sosiolinguistik, sehingga
Kridalaksana mendefinisikan sosiolinguistik sebagai cabang ilmu linguistic yang
berusaha menjelaskan cirri-ciri variasi bahasa tersebut dengan cirri-ciri
sosial masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Fishman yang mengatakan
bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan fungsi pelbagi
variasi bahasa, serta hubungan diantara bahasa dengan ciri fungsi itu di dalam
suatu masyarakat (dalam Chaer dan Agustina, 2004:61).
Dalam
kaitan dengan konsep variasi bahasa, Soepomo Poedjosoedarmo menjelaskan bahwa
“variasi bahasa merupakan bentuk-bentuk dalam suatu bahasa yang masing-masing
memiliki pola-pola yang menyerupai pola umum bahasa induknya” (dalam Purnanto,
2002: 17-18).
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa variasi bahasa merupakan
perbedaan-perbedaan bahasa yang timbul dari keanekaragaman identitas bahasa
yang menumbuhkan perbedaan pengungkapan yang satu dengan pengungkapan yang
lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Spolsky (1998: 6) “variety is a term used to denote any identitiable kind of language” (variasi
adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan identitas bermacam-macam
bahasa) dan Nababan (1991: 13) mengartikan “variasi bahasa adalah
perbedaan-perbedaan yang timbul karena aspek dasar bahasa, yaitu bentuk dan
maknanya yang menunjukkan perbedaan yang kecil atau perbedaan yang besar antara
pengungkapan yang satu dengan pengungkapan yang lain”.
Adapun
wujud variasi-variasi bahasa akan bertipe idiolek, dialek, ragam bahasa,
register, dan tingkat tutur (speech
levels). Penjelasan kelima variasi bahasa itu dapat dijelaskan seperti
berikut.
- Ideolek merupakan variasi bahasa yang sifatnya individual, maksudnya sifat khas tuturan seseorang berbeda dengan tuturan orang lain.
- Dialek merupakan variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan asal penutur dan perbedaan kelas sosial penutur. Oleh karena itu, muncul konsep dialek geografis dan dialek sosial (sosiolek).
- Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disebabkan oleh adanya perbedaan dari sudut penutur, tempat, pokok tuturan, dan situasi. Dalam kaitan dengan itu akhirnya dikenal adanya ragam bahasa resmi (formal) dan ragam bahasa tidak resmi (santai, akrab).
- Register merupakan variasi bahasa yang disebabkan oleh adanya sifat-sifat khas keperluan pemakaiannya, misalnya dalam bahasa tulis dikenal adanya bahasa iklan, bahasa tajuk, bahasa artikel, dan sebagainya; dalam bahasa lisan dikenal dengan bahasa lawak, bahasa politik, bahasa doa, bahasa pialang, dan sebagainya.
- Tingkat tutur merupakan variasi bahasa yang disebabkan oleh adanya perbedaan anggapan penutur tentang relasinya (hubungannya) dengan mitra tuturnya (Maryono dalam Purnanto, 2002: 18).
3. Ragam bahasa
Bahasa
merupakan alat komunikasi yang efektif antarmanusia. Dalam berbagai macam
situasi, bahasa dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan pembicara kepada
pendengar atau penulis kepada pembaca. Tentu saja, pada tiap-tiap situasi
komunikasi yang dihadapi dan dipilih salah satu dari sejumlah variasi pemakaian
bahasa. Berbahasa di pasar antarpembeli, antara pembeli dengan penjual, atau antarpenjual pasti berbeda
dengan berbahasa di depan orang yang dihormati, antara atasan dan bawahan,
antar pasien dengan dokter, antar murid dan guru, antaranggota rapat dinas, dan
sebagainya. Setiap situasi memungkinkan seseorang memilih variasi bahsa yang
akan digunakannya. Faktor pembicara, pendengar, pokok pembicaraan, tempat dan
suasana pembicaraan berpengaruh pada seseorang dalam memilih variasi bahasa.
Istilah yang digunakan untuk menunjukkan salah satu dari sekian variasi
pemakaian bahasa disebut dengan ragam bahasa. (Sugihastuti, 2000:8)
Pemilihan
terhadap salah satu ragam bahsa dipengaruhi oleh faktor kebutuhan penutur atau
penulis akan alat komunikasi yang sesuai dengan situasi. Tidak tepat kiranya
apabila komunikasi di pasar menggunakan ragam bahasa seperti yang digunakan
dalam rapat dinas. Demikian pula misalnya, komunikasi antara pelanggan dengan
mekanik servis berbeda dengan komunikasi antarmenteri dalam siding kabinet.
Dengan demikian terdapat berbagai variasi pemakaiaan bahasa sebagai alat
komunikasi. Terdapat aneka ragam bahasa sesuai dengan fungsi dan situasi.
Macam-macam Ragam Bahasa
Mengingat
fungsi dan situasi yang berbeda-beda dalam setiap komunikasi antarmanusia,
tersedia bermacam-macam ragam bahasa.
Pertama,
dari segi pembicara/penulis, ragam bahasa dapat diperinci berdasarkan (1)
daerah, (2) pendidikan, dan (3) sikap.
a.
Ragam derah lebih dikenal dengan nama
logat atau dialek. Ragam ini, antara lain, dapat disebut ragam bahsa dialek
Jawa, dialek Bali, dialek Manado, dialek Banjarmasin, dialek Sunda, dialek
Minang, dialek Jakarta, dan lain-lain. Ragam bahasa itu tercipta karena
pengaruh kuat bahasa ibu si pembicara/penulis. Faktor aksen, kosa-kata, dan
variasi gramatikal, umpamanya, seringkali berpengaruh sebagai pembeda tiap-tiap
ragam dialek. Meskipun demikian, selama proses komunikasi dapat berjalan lancar,
serta misalnya tidak menyangkut situasi resmi, ragam dialek tidak terlalu
dipersoalkan. Dalam situasi nonresmi nyatalah bahwa raga mini relative sering
digunakan dalam proses komunikasi antarbudaya.
b.
Ragam bahasa ditinjau dari segi
pendidikan pembicara/penulis dapat dibedakan menjadi ragam cendekiawan dan
ragam noncendekiawan. Pembedaan ini berdasarkan pada tingkat pendidikan formal
dan nonformal pembicara/penulis. Golongan orang terpelajar, misalnya, akan
berbeda ragam bahasanya dengan yang tidak terpelajar. Ragam bahasa orang yang
berpendidikan lain dengan yang tidak berpendidikan. Ragam bahasa orang yang
terdidik terpelihara. Badan dan lembaga pemerintah, pers, profesi ilmiah,
mimbar agama, dan sebagainya memilih ragam bahasa orang terdidik.
c.
Ragam bahasa ditinjau dari segio sikap
pembicara/penulis bergantung kepada sikapnya terhadap lawan komunikasi. Ragam
ini dipengaruhi oleh, antara lain, pokok pembicaraan, tujuan dan arah
pembicaraan, sikap pembicaraan, dan sebagainya. Segi-segi itulah yang
membedakan raga mini menjadi ragam resmi dan nonresmi.
Kedua,
dari segi pemakaiannya ragam bahsa diperinci berdasarkan (1) pokok persoalan,
(2) sarana, dan (3) gangguan campuran.
a.
Ragam bahsa ditinjau dari segi pokok
persoalan berhubungan dengan lingkungan yang dipilih dan dikuasai, bergantung
pada luasnya pergaulan, pendidikan, profesi, kegemaran, pengalaman, dan
sebagainya. Ragam ini menyangkut tiap-tiap bidang, misalnya teknologi, polityik
ekonomi, perdagangan, seni, olahraga, perundang-undangan, agama, dan
sebagainya. Pemilihan ragam bahasa yang menyangkut pokok-pokok persoalan sering
menyangkut hal pemilihan kata, ungkapan khusus, dan kalimat khusus sehingga hal
ini memberikan kesan bahwa terdapat berbagai ragam bahasa yang berbeda satu
sama lain bergantung pada pokok persoalannya.
b.
Ragam bahasa ditinjau dari segi
sarananya dibedakan menjadi ragam lisan dan ragam tulisa (tulisan). Ada
berbagai hal yang membedakan bahasa lisan dengan tulisan. Unsur-unsur aksen,
tinggi rendah dan panjang pendeknya suara, serta irama kalimat sulit dilambangkan
dengan ejaan ke dalam bahasa tulisan.
Itulah sebabnya, ragam tulis harus selalu mengingat keutuhan dan kelengkapan
fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan objek. Hubungan di antara
fungsi-fungsi itu harus eksplisit nyata. Dilihat dari sejarahnya, ragam
lisanlah yang lebih dahulu ada daripada ragam tulisan. Penggunaan setiap ragam
dipertimbangkan berdasarkan keperluan dan latar belakang yang mendasarinya. Hal
ini juga berhubungan dengan fungsi dan situasi pemakaiannya.
c.
Ragam bahasa, dalam pemakaiannya, sering
terjadi gangguan percampuran unsur (kosakata misalnya) daerah maupun asing.
Antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia terjadi kontak aktif yang
mempengaruhi perkembangan kosakata demikian juga pengaruh bahsa asing terhadap
bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang terpengaruh karena gangguan percampuran
unsur-unsur itu mendorong pembicara/penulis untuk bersikap bijaksana dalam
memilih. (Sugihastuti, 2000:14-16)
Dilihat
dari berbagai segi, terlihat bahwa ada berbagai ragam bahasa sesuai dengan
fungsi dan situasinya. Semua ragam bahasa itu termasuk ke dalam bahasa
Indonesia. Akan tetapi, tidak semua ragam bahasa termasuk ke dalam bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
4. Register
Register
menurut Suwito (dalam Sujarwanto dan Jabrohim, 2002: 3) adalah bentuk variasi
bahasa yang disebabkan oleh sifat-sifat khas kebutuhan pemakaian bahasa. Dengan
kata lain bahwa setiap bidang yang dikerjakan oleh manusia lama-kelamaan sesuai
dengan perkembangan bidang yang dimaksud, membutuhkan suatu bahasa tertentu demi
kelancaran komunikasi dalam bidang tertentu tersebut. Hal ini menimbulkan suatu
ciri khas bahasa yang dipakai, sehingga diharapkan setiap orang yang mendengar
variasi bahasa tentu bisa langsung mengetahui bahwa bahasa yang dipakai itu
berasal dari bidang pekerjaan yang dimaksud.
Dengan
kata lain register adalah bahasa yang dipergunakan saat ini, tergantung pada
apa yang sedang dikerjakan dan sifat kegiatannya. Register mencerminkan aspek
lain dari tingkat sosial yaitu proses yang merupakan macam-macam kegiatan
sosial yang biasanya melibatkan orang. Jadi, jelas bahwa setiap bidang kegiatan
manusia mempunyai berbagai ciri khas yang berbeda dari bahasa lain. Hal ini
senada dengan pakar bahasa Chaer dan Agustina (2004: 68) yang berpendapat bahwa
register adalah variasi bahasa berdasarkan fungsi pemakaian bahasa.
Kedua
pendapat di atas bias dijelaskan lebih lengkap lagi, bahwa fungsi khusus yang
dimaksud adalah hubungan dengan tujuan apa yang ingin dicapai, mengapa orang
menggunakan variasi bahasa tertentu yang berbeda dalam suasana yang berbeda.
Jadi, fungsi khusus itu bisa berupa identitas diri sehingga masyarakat
mengetahui bahwa seseorang dengan menggunakan variasi tertentu berasal dari
kelompok teertentu. Namun fungsi paling pokok adalah agar komunikasi internal
pada suatu kelompok social tertentu tidak terhambat atau bias lancar.
Sementara
Wardaugh (dalam Purnanto, 2002: 19-20) memahami register sebagai pemakaian
kosakata khusus yang berkaitan dengan jenis pekerjaan maupun kelompok sosial
tertentu. Misalnya, pemakaian bahasa para pilot, manajer bank, para penjual,
para penggemar musik jazz, perantara (pialang), dan sebagainya.
Jadi,
secara popular register akan dibagi menjadi dua, yaitu register yang timbul
karena kesibukan bersama yang tidak berkaitan dengan profesi dan register yang
timbul karena orang-orang menjadi bagian dari profesi sosial bersama (Depdikbud
dalam Purnanto, 2002: 22).
Berdasarkan
uraian dari pakar bahasa mengenai register, maka dapat disimpulkan bahwa
register adalah bahasa khusus yang timbul akibat interkasi sosial dalam
kelompok sosial tertentu.
- Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir dalam penelitian kualitatif
merupakan gambaran bagaimana keterkaitan antara variabel yang satu dengan
variabel yang lainnya. Kerangka berfikir digunakan peneliti bertujuan untuk
menggambarkan, mengkaji, dan memahami permasalahan yang diteliti. Peneliti
berusaha menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variable yang terlibat, sehingga posisi setiap variable yang akan dikaji menjadi jelas (Sutopo, 2002: 141). Dalam penelitian ini, peneliti membuat sebuah
kerangka berfikir agar mempermudah dalam proses penelitian. Kerangka berfikir
dalam penelitian ini menggunakan beberapa tahap.
Komunikasi merupakan sesuatu yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi bisa terjadi dengan menggunakan
bahasa sebagai perantara. Seperti halnya, percakapan mekanik dengan konsumen merupakan komunikasi atau proses interaksi satu dengan
yang lain. Proses komunikasi ini akan membentuk bahasa yang khusus dan khas. Hal ini diakibatkan dalam bengkel istilah khusus
dibutuhkan untuk memperlancar komunikasi dan pemahaman tuturan.
Penelitian ini meneliti tentang bagaimana karakteristik bahasa, register bahasa, dan kosa kata khusu yang
digunakan dalam interaksi yang terjadi pada bengkel Raja. Data dalam penelitian ini menggunakan data
kualitatif, yakni data yang terkumpul berbentuk kata-kata yang terdapat dalam interaksi komunikasi yang terjadi di bengkel Raja.
- Desain Penelitian
Rancangan penelitian merupakan uraian singkat
tentang langkah-langkah yang akan diambil untuk meneliti
bahasa dalam perbengkelan. Penelitian ini membahas atau mengulas mengenai kajian sosiolinguistik. Penelitian ini memfokuskan pada karakteristik
penggunaan bahasa, register bahasa dan kosakata khusus yang digunakan dalam interaksi pada bengkel Raja.
Interkasi yang terjadi menunjukkan maksud tertentu yang bersifat
khas dan khusus. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan dalam langkah selanjutnya, dan menghubungkan
dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif. Azwar (2010: 5) menyatakan bahwa penelitiaan
dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses
penyimpulan deduktif dan induktif. Penelitian ini bersifat deskriptif karena
data yang diperoleh tidak dapat dituangkan dalam bentuk bilangan, angka atau
statistik.
Data diperoleh dengan merekam percakapan yang ada pada bengkel kemudian ditranskip dalam bentuk tulisan. Langkah selanjutnya, peneliti
menganalisis dengan metode padan ekstralingual. Metode padan ekstralingual
merupakan metode yang menghubung-bandingkan hal-hal yang di luar bahasa,
misalnya referen, konteks tuturan, konteks sosial, pemakaian bahasa, penutur
bahasa yang dipilah berdasarkan gender, usia, kelas sosial (Mahsun, 2007: 260).
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Bagdan dan Taylor
(dalam Moleong, 2000: 3) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif
yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati. Krik dan Miller (dalam Moleong, 2000: 3) mendefinisikan bahwa
penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial
yang secara fundamental bergantung pada manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya.
Jenis penelitian ini
adalah deskripsi kualitatif. Azwar (2010: 5) menjelaskan bahwa penelitian
dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses
penyimpulan deduktif dan induktif.
Penelitian dengan pendekatan kualitatif juga menekankan pada analisis terhadap
hubungan antarfenomena yang dicermati, dengan menggunakan logika ilmiah.
Penelitian ini bersifat deskriptif karena data yang diperoleh bukan berwujud
bentuk bilangan, angka atau statistik.
B.
Objek
Penelitian
Objek penelitian ini
adalah lingual yang digunakan
dalam interaksi pada bengkel Motor Raja. Lingual tersebut mengandung rincian karakteristik bahasa yang digunakan,
register bahasa dan kosa kata khusus
yang terjadi di Bengkel Motor Raja, Pajang, Surakarta.
C.
Lokasi
Penelitian
Lokasi penelitian ini
dilaksanakan di Bengkel Motor Raja, Pajang, Surakarta. Bengkel Motor Raja merupakan salah satu bengkel yang
melayani servis dan penjualan onderdil di daerah Pajang. Bengkel tersebut
sangat laris, karena letaknya cukup strategis yaitu terletak pada jalan raya
Dr. Radjiman Pajang Surakarta. Bengkel tersebut setiap harinya melayani servis
motor dan melayani penjualan onderdil. Dengan dibantu tiga tenaga mekanik
bengkel tersebut bisa melayani servis hingga 20 motor.
D.
Waktu
Penelitian
Waktu penelitian ini
dilaksanakan bulan Januari-April 2012.
No.
|
Bulan
|
Kegiatan
|
1.
|
Januari
|
a) Pengumpulan
data sesuai dengan tatacara
pengumpulan data yang sudah direncanakan dari sumber data.
b) Membuat
transkrip dari data yang diperoleh ke dalam bentuk bahasa tulis.
c) Mengelompok
data yang terkumpul sesuai dengan kajiannya.
|
2.
|
Februari
|
d) Menganalisi
transkrip percakapan/interaksi yang telah dikumpulkan dan dikelompokkan
sesuai metode pengumpulan data dan sesuai dengan rumusan masalah penelitian.
e) Menulis
kesimpulan sementara dari hasil analisis.
|
3.
|
Maret-April
|
f) Menyusun
laporan sementara.
g) Mengkaji
ulang laporan.
h) Menyusun
laporan keseluruhan.
i) Memperbanyak
laporan.
|
E.
Data
dan Sumber Data
Data adalah semua
informasi atau bahan yang disediakan oleh alam yang harus dicari dan disediakan
dengan sengaja oleh peneliti yang sesuai dengan masalah yang diteliti
(Sudaryanto, 1993: 3). Sutopo (2002: 73) juga memaparkan bahwa data pada
dasarnya merupakan bahan yang dikumpulkan oleh peneliti dari dunia yang
dipelajarinya. Data dapat terdapat pada segala sesuatu apapun yang menjadi
bidang dan sasaran peneliti. Data dalam penelitian ini berbentuk wacana,
kalimat, kata (tunggal atau kompleks) atau morfem tertentu.
Sumber data adalah asal
data yang diperoleh. Asal data dari penelitian ini adalah percakapan interaksi
yang terjadi di Bengkel Motor Raja Pajang, Surakarta. Oleh sebab itu, data
penelitian ini adalah data lisan yang diambil dari percakapan yang terjadi di
Bengkel Motor Raja, Pajang, Surakarta dengan cara menyimak dan merekam.
F.
Teknik
Penyediaan Data
Data sangat penting
dalam suatu penelitian dan harus dicari oleh peneliti dengan teknik tertentu.
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh data
yang berkualitas. Adapun pengumpulan data dapat digunakan metode atau teknik
tertentu. Metode dan teknik tertentu yang dipilih sesuai dengan sifat data.
Penggunaan salah satu metode sepenuhnya tergantung pada watak objek, sasaran
dan tujuan penelitian (Sudaryanto, 1993: 3).
Penelitian ini penulis
menggunakan teknik pengumpulan data yang berupa teknik menyimak, mencatat,
merekam, dan wawancara. Menurut Mahsun (2007: 92) menyebutkan bahwa metode
simak memiliki teknik lanjutan berupa teknik catat. Teknik catat menjadi dasar
dalam metode simak. Simak catat adalah mengadakan penyimakan terhadap pemakaian
bahasa lisan yang bersifat spontandan mengadakan pencatatan terhadap data relevan
yang sesuai dengan tujuan penelitian. Selain menggunakan teknik catat, penulis
juga mengguanakan teknik rekam, yaitu merekam semua peristiwa penggunaan bahasa
dalam interaksi yang terjadi di bengkel. Teknik rekam dilaksanakan dengan
merekam penggunaan bahasa dengan menggunakan alat perekam (hand phone). Dilaksanakannya teknik rekam yaitu sebagai bentuk
pengawetan peristiwa tutur yang diamati. Pelaksanaan teknik rekam ada dua cara,
yaitu (1) teknik rekam secara terbuka, maksudnya perekam yang diketahui oleh
pihak yang direkam, teknik rekam secara terbuka dilaksanakan berdasarkan dua
pertimbangan dari pihak yang direkam dan dari pihak penulis sendiri, (2) teknik
rekam secara tertutup, maksudnya perekam yang tidak diketahui oleh pihak yang
direkam, teknik rekam secara tertutup delaksanakan dengan tujuan agar peristiwa
tutur dapat berlangsung secara wajar apa adanya.
Peristiwa tutur yang
telah direkam kemudian ditranskripsikan agar dapat mempermudah pelaksanaan
kerja analisis data. Dalam pentranskipan tidak menyertakan beberapa hal sebagai
berikut:
1. suara
kendaraan, suara jalan dan lain-lain yang ikut terekam,
2. suara
pihak lain yang tidak diperlukan dan ternyata ikut terekam.
Selanjutnya adalah
teknik wawancara dengan beberapa orang yang terdapat pada begkel tersebut.
Wawancara disini bersifat lentur dan terbuka, tidak berstruktur ketat, dan
dilaksanakan secara informal. Wawancara dilakukan beberapa kali sesuai dengan
keperluan penulis yang berkaitan dengan kejelasan dan kemantapan masalah yang
sedang diteliti. Tujuan wawancara ini adalah untuk mendapatkan data yang lebih
mendalam dan terperinci sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan penulis.
G.
Teknik
Analisis Data
Sudaryanto (1993: 6)
menjelaskan bahwa analisis data merupakan upaya peneliti menanganai langsung
masalah yang terkandung pada data. Penanganan itu tampak dari adanya tindakan
mengamati yang segera diikuti dengan ”membedah” atau menguraikan masalah yang
bersangkutan dengan cara- cara khas tertentu.
Moleong (2001: 103)
menyatakan bahwa analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga
dapat ditemukan tema yang dirumuskan hipotesis kerja.
Dalam
analisis data ini penulis menggunakan metode padan ekstralingual. Metode padan
ekstralingual merupakan metode yang menghubung-bandingkan hal-hal yang di luar
bahasa, misalnya referen, konteks tuturan, konteks sosial, pemakaian bahasa,
penutur bahasa yang dipilah berdasarkan gender, usia, kelas sosial (Mahsun,
2007: 260).
Analisis
padan ekstralingual bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk register bahasa yang
ada pada bengkel motor Raja Pajang Surakarta.
Contoh analisis data:
Pelanggan : Mas cobo cekken rem buri kok suarane yen direm ngik,
ngik, ngik.
Mekanik : Paling kampase entek mas.
Pelanggan : Yo dicek sik mas,
yen entek mengko diganti sisan ya. Masalahe arep tak nggo luar kota sisuk.
Mekanik : Iyo mas, tak
ngrampungne karburatore sik ya mas.
Pelanggan : Oke-oke.
Translit.
Pelanggan : Mas coba dicek rem belakang kok suaranya kalau direm
bunyi ngik ngik ngik.
Mekanik : Mungkin kampasnya habis mas.
Pelanggan : Ya dicek dulu mas,
kalau habis nanti diganti sekaliyan ya. Masalahnya mau saya bawa keluar kota
besok.
Mekanik : Iya mas, saya
selesaikan karburatornya dulu ya mas.
Pelanggan : Oke-oke
Percakapan di atas merupakan percakapan
antara pelanggan dengan mekanik servis di bengkel Raja Motor. Dalam percakapan
tersebut terdapat istilah maupun kosakata khusus sebagai bentuk interaksi yang
berbeda dengan interaksi di bidang lain. Istilah khusus tersebut digunakan
untuk mempermudah ja;annya komunikasi antara pelanggan dengan mekanik servis.
H.
Penyajian
Hasil Analisis Data
Sudaryanto
(1993: 145) mengemukakan bahwa metode penyajian informal merupakan perumusan
dengan kata- kata biasa walaupun dengan terminologi yang teknis. Penyajian
formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang- lambang. Penelitian ini menggunakan metode penyajian
data formal. Hasil analisis data dalam penelitian ini yaitu karakteristik,
register, dan kosa kata khusus pada Bengkel Motor Raja Pajang Surakarta
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifudin. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Basuki. 2003. “Karakteristik
Pemakaian Bahasa dalam Program Telepon pada Radio di Wilayah Surakarta”.
(Tesis). Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina.
2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka
Cipta.
Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta.
Damayanti, Wening. 2005. “Register
Komunitas Musik pada Beberapa Restauran dan Hotel Berbintang di Kodya Surakarta”.
(Skripsi). Surakarta:
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dwiraharjo, Maryono. 2001. Bahasa Jawa Krama. Surakarta: Pustaka
Cakra.
Khasanah, Anna Uswatun. 2005. “Pemakaian
Bahasa di Panti Karya Wanita (PKW) Wanita Utama Surakarta (Kajian
Sosiolinguistik)”. (Skripsi). Surakarta:
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Karya.
Nababan, P. W.
J. 1991. Sosiolinguistik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Ohoiwutun, Paul. 2002. Sosiolinguistik. Jakarta: Kesaint Blanc.
Purnanto, Dwi. 2002. Register Pialang Kendaraan Bermotor.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa.
Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Setyonugroho. 2003. “Pemakaian
Bahasa Jawa di Pantai Sosial Kebakkramat”. (Skripsi). Surakarta: Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Spolsky,
Bernard. 1996. Sosiolinguistics.
Oxford: Oxford University Press.
Sugihastuti.
2000. Bahasa Laporan Penelitian. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Sugono, Dendy. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Sujarwanto dan
Jabrohim. 2002. “Register Kenek-Sopir Bus Kota di Yogyakarta” dalam Bahasa dan Sastra Indonesia Menuju Peran
Transformasi Sosia Budaya Abad XXI. Edisi Pertama. Halaman 3-13.
Yogyakarta: Gama Media
Sumarlam. 2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana.
Surakarta: Pustaka Cakra.
Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Surakarta: Uneversitas Negeri Sebelas Maret Press.
Suwito. 1996. Sosiolinguistik. Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret
Press.
Usdiyanto. 2003. “Register Militer: Kajian
Sosiopragmatik (Studi Kasus di Sekolah Menengah Umum Taruna Nusantara Magelang)”.
(Tesis). Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.
Wibowo, Wahyu. 2001. Manajemen Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Wijana, I. D. Putu dan M.
Rohmadi. 2006. Sosiolinguistik: Kajian
Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Wulandari, Ika. 2004. “Karakteristik
Bahasa pada Kartu Atensi di RSPD Buana Asri Sragen Bulan April-Juni 2004”.
Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar