Kamis, 07 Juni 2012


 Register dalam Interaksi di Bengkel Motor Raja Pajang Surakarta

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sehingga setiap individu dapat berinteraksi secara langsung. Bahasa juga merupakan alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Pada suatu saat manusia tidak mungkin tidak terlihat secara nyata berbicara, tetapi pada hakekatnya, ia masih menggunakan bahasa. Bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan, penutur sehingga apa yang diharapkan dapat diterima secara baik dan komunikatif oleh orang yang diajak berbicara.
Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, yang digunakan oleh suat masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Chaer, 2006:1), sejalan dengan pendapat yang disampaikan Chaer, Wibowo (2001: 3) menyatakan bahwa bahasa merupakan sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbriter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
Sepanjang hidup manusia selalu berbuat sesuatu dan perbuatan yang dilakukan hampir seluruhnya berhubungan dengan orang lain. Untuk mengadakan hubungan dengan orang lain manusia membutuhkan bahasa. Itulah sebabnya bahasa dikatakan memiliki fungsi sosial, yaitu sebagai alat penghubung di dalam masyarakat. Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat untuk bekerja sama atau berkomunikasi di dalam kehidupan manusia bermasyarakat (Chaer, 2006: 2). Untuk berkomunikasi sebenarnya dapat juga digunakan cara lain misalnya isyarat, lambang-lambang gambar atau kode-kode tertentu lainnya. Tetapi dengan menggunakan bahasa komunikasi dapat berlangsung lebih baik dan lebih sempurna.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari pemakaian bahasa. Dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan keinginan dalam menyampaikan informasi. Di dalam komun ikasi bahasa dapat dibagi menjadi dua yaitu bahasa lisan dan tulis yang memiliki unsur pembentuk bahasa yaitu, kosakata, frase, kalimat dan paragraf hingga membentuk wacana.  Dari wacana tersebut kemudian bahasa dapat diungkapkan.
Dalam mengungkapkan bahasa, manusia menggunakan berbagai macam ragam dan variasi yang disesuaikan dengan situasi di mana pembicaraan itu dilakukan. Bahasa yang dipakai untuk berbicara dengan orang tua, anak-anak, teman sejawat, pemimpin sekolah sangat berbeda. Kita pun akan menggunakan bahasa dengan cara yang berbeda apabila kita bertemu dengan teman pada keadaan yang berbeda pula. Dalam kaitan dengan hal tersebut, kita melihat bahwa bahasa itu mempunyai keragaman jenis dan bervariasi karena bahasa dipakai oleh sekelompok atau individu yang berbeda sifatnya.
Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah bahasa. Dengan demikian fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai sarana komunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas selalu terlibat dalam komunikasi bahasa, baik dia bertindak sebagai komunikator (pembicara atau penulis) maupun sebagai komunikan (mitrabicara, penyimak, pendengar, atau pembaca).
Berkaitan dengan fungsi bahasa, ahli bahasa MAK Halliday dalam Sumarlam (2003: 1-3) memaparkan tujuh fungsi bahasa sebagai berikut.
a.       Fungsi Instrumental (the instrumental function).  Bahasa berfungsi menghasilkan kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu.
b.      Fungsi regulasi (the regulatory function). Bahasa berfungsi sebagai pengawas, pengendali, atau pengatur peristiwa; atau berfungsi untuk mengendalikan serta mengatur orang lain.
c.       Fungsi pemerian atau fungsi representasi (the representation function). Bahasa berfungsi untuk membuat pernyataan-pernyataan menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan, atau melaporkan realitas yang sebenarnya sebagaimana yang dilihat atau dialami orang.
d.      Fungsi interaksi (the interacsional function). Bahasa berfungsi menjamin dan memantapkan ketahanan dan keberlangsungan komunikasi serta menjalin interaksi sosial.
e.       Fungsi perorangan (the personal function). Bahasa berfungsi sebagai pemberi kesempatan kepada pembicara untuk mengekspresikan perasaan, emosi pribadi, serta reaksi-reaksi yang mendalam. Dalam hal ini bahasa yang dipakai untuk berkomunikasi biasanya menunjukkan kepribadian seseorang.
f.       Fungsi heuristik (the heuristic function). Bahasa berfungsi sebagai pelibatan pengguna bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan mempelajari seluk beluk lingkungannya.
g.      Fungsi imajinatif (the imaginative function). Bahasa berfungsi sebagai pencipta sistem, gagasan, atau kisah yang imajinatif.
Berbicara tentang bahasa, maka tak lepas dari kemampuan komunikatif. Seperti yang dipaparkan oleh Suwito (dalam Wijana dan Rohmadi, 2006: 9)  “Kemampuan komunikatif meliputi kemampuan bahasa yang dimiliki oleh penutur beserta kemampuannya mengungkapkan sesuai dengan fungsi dan situasi serta norma-norma pemakaian bahasa dalam konteks sosialnya”. Hal tersebut mempunyai pengertian bahwa selain mempuanyai kemampuan struktural dalam hal bahasa, seorang komunikator harus bisa menentukan bentuk bahasa yang baik yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Faktor situasional dan sosial inilah yang selanjutnya menimbulkan bahasa yang berbeda dan pemakaian bahasa yang beraneka ragam sehingga menimbulkan adanya variasi bahasa.
Dengan adanya berbagai macam variasi bahasa dalam masyarakat, banyak sekali yang dapat dikaji atau diteliti, antara lain terdapat pemakaian bahasa yang dipakai kelompok sosial tertentu seperti; pedagang, dokter, polisi, guru, reporter, penyanyi, pialang/makelar, nelayan, bengkel, dan sebagainya. Satu kelompok masyarakat dalam satu profesi tersebut biasanya mempunyai variasi bahasa yang khusus yang dimilikinya guna memperlancar komunikasi di kalangan mereka.
Salah satu kelompok profesi yang ada dalam masyarakat adalah profesi bengkel servis sepeda motor. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 174-175) disebutkan “bengkel merupakan tempat memperbaiki sepeda, motor, mobil, dan sebagainya”. Adapun perbengkelan mempunyai pengertian “tempat yang merupakan kelompok usaha bengkel”. Bengkel motor merupakan tempat memperbaiki sepeda motor dengan segala kerusakan pada motor.
Profesi sebagai usaha bengkel servis motor serta bahasa yang digunakan ternyata tidak bisa dianggap enteng atau hanya dipandang sebelah mata. Karena bila diteliti lebih lanjut ternyata banyak sekali istilah-istilah yang khas/khusus. Dengan kata lain hanya orang tertentu yang secara khusus mempelajarinya saja yang dapat menggunakan istilah tersebut. Istilah yang khusus tersebut hanya digunakan dalam dunia bengkel.
Sebagai salah wadah profesi servis, bengkel lazimnya memiliki keahlian di dalam melayani keluhan pada sepeda motor, layanan servis dan layanan perawatan motor. Mereka berkumpul menjadi satu dalam bengkel membagi tugas masing-masing. Ada sebagai pelayan toko dan ada juga sebagai tukang servis motor.
Dalam melakukan aktivitas, bengkel senantiasa melakukan bentuk interaksi sosial (sesama bengkel atau dengan konsumen). Bentuk interaksi sosial itu membutuhkan bahasa sebagai sarananya. Untuk itu, setiap bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi konkret pada saat melakukan aktivitas perbengkelan tersebut sering diistilahkan dengan bentuk pemakaian bahasa.
Mengenai fenomena di atas, Agricola dan Protze dalam Purnanto (2002: 3) menyatakan bahwa kelompok masyarakat penutur berdasarkan profesi terbentuk karena suatu gaya hidup yang sama dan sering hidup bersama berdasarkan satu status profesi dan wibawa status tertentu. Selanjutnya ditambahkan bahwa orang, benda, dan perbuatan yang memegang peran istimewa dalam lingkup kelompok tersebut memperoleh istilah-istilah yang khas.
Bahasa yang digunakan dalam bengkel adalah bahasa yang khas dan banyak perbedaannya dengan bentuk tuturan pada bidang lain. Fenomena tentang penggunaan bahasa yang khusus dalam studi sosiolinguistik disebut dengan istilah register (Sujarwanto dan Jabrohim, 2002: 3).
Interaksi yang terjadi dalam suatu bengkel tidak serta merta semua orang mengetahui. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa memiliki karakteristik tersendiri yang disebabkan fungsi bahasa sebagai alat interaksi. Berdasarkan tempat dan keadaan sosial, maka bias dilihat di bawah ini salah satu bentuk interkasi seorang pelanggan dengan mekanik bengkel.
Pelanggan     : Mas cobo cekken rem buri kok suarane yen direm ngikk, ngik.
Mekanik       : Paling kampase entek mas.
Pelanggan     : Yo dicek sik mas, yen entek mengko diganti sisan ya. Masalahe arep tak nggo luar kota sisuk.
Mekanik       : Iyo mas, tak ngrampungne karburatore sik ya mas.
Pelanggan     : Oke-oke.

Translit.
Pelanggan     : Mas coba dicek rem belakang kok suaranya kalau direm bunyi ngik ngik ngik.
Mekanik       : Mungkin kampasnya habis mas.
Pelanggan     : Ya dicek dulu mas, kalau habis nanti diganti sekaliyan ya. Masalahnya mau saya bawa keluar kota besok.
Mekanik       : Iya mas, saya selesaikan karburatornya dulu ya mas.
Pelanggan     : Oke-oke

Dari bentuk interaksi di atas terdapat istilah khusus yang berbeda dengan bidang lain. Istilah khusus terdapat pada kata rem, kampas, dan karburator. Istilah-istilah tersebut termasuk khusus dalam bidang perbengkelan.
Dengan demikian, penulis sangat tertarik dengan interaksi yang terjadi di Bengkel Motor Raja Pajang Surakarta. Hal ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik bahasa yang digunakan dalam berinteraksi. Tidak hanya karakteristik saja namun peneliti juga ingin mengetahui register/bahasa khusus yang ada di bengkel tersebut. Berlatar belakang hal tersebut, penulis berencana melaksanakan penelitian dengan judul “Register dalam Interaksi di Bengkel Motor Raja Pajang Surakarta”.

B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, ada dua masalah yang perlu dibahas.
a.       Bagaimana karakteristik pemakaian bahasa dalam interaksi di bengkel sepeda motor Raja?
b.      Bagaimana register pemakaian bahasa dalam interaksi di bengkel sepeda motor Raja?
c.       Bagaimana kosakata khusus yang digunakan dalam interaksi di bengkel sepeda motor Raja?

C.    Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini.
a.       Mendiskripsikan karakteristik pemakaian bahasa dalam interaksi yang terjadi di bengkel sepeda motor Raja.
b.      Mendiskripsikan register pemakaian bahasa yang terjadi di bengkel sepeda motor Raja.
c.       Mengidentifikasi kosakata khusus yang digunakan dalam interaksi yang terjadi di bengkel sepeda motor Raja.


D.    Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat teoritis dan praktis.
a.       Manfaat teoritis
Manfaat teoritis ini adalah manfaat yang berhubungan dengan pengembangan ilmu penegtahuan dalam bidang kebahasaan (linguistik). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai register, khususnya pemakaian bahasa dalam komunikasi perbengkelan, sehingga dapat memperkaya kajian sosiolinguistik bagi pemerhati bahasa.
b.      Manfaat praktis                       
1)        Memberikan sumbangan peristilahan tentang bahasa komunikasi bengkel beserta maknanya kepada masyarakat terutama bagi mereka yang baru mengenal pada tataran awal.
2)        Menambah wawasan masyarakat tentang penggunaan bahasa perbengkelan.
3)        Memberikan wawasan bagi penelitian yang lain dalam bidang yang sama.






BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

  1. Kajian Pustaka
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan telah dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu penelitian Setyonugroho (2003) berjudul “Pemakaian Bahasa Jawa di Panti Sosial Daerah Kebakkramat”,. Hasil penelitiannya berisi (i) penggunaan pilihan bahasa yang digunakan di Panti sosial Kebakkramat meliputi bahasa Jawa ngoko kasar dan ngoko halus, (ii) bentuk bahasa di Panti Sosial Kebakkramat meliputi bahasa campuran yaitu bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, (iii) kekhasan pemakaian bahasa Jawa di Panti Sosial Kebakkramat yang meliputi kata sapaa, bentuk pengulangan, bentuk kata, variasi bahasa dan dialek bahasa Jawa. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Setyonugroho adalah sama-sama meneliti tentang bahasa yang khas Perbedaannya, penelitian Setyonugroho pada bahasa yang diteliti lebih ditekankan pada bahasa Jawa.
Penelitian Usdiyanto (2003) berjudul “Register Militer: Kajian Sosiopragmatik (Studi Kasus di Sekolah Menengah Umum Taruna Nusantara Magelang)”. Dalam penelitian menunjukkan bahwa terdapat bentuk-bentuk  register militer yang khas sesuai dengan fungsi pemakaiannya, misalnya terdapat bentuk khas register militer dalam bertelepon, register bersemuka, register dalam upacara, register dalam rapat, register dalam amanat pejabat, dan register dalam pertempuran/latihan pertempuran. Bentuk-bentuk register ini tidak dapat dipertukarkan fungsi pemakaiannya karena akan menimbulkan kekacauan komunikasi. Di samping itu, dalam penelitian ini ditemukan fenomena lain yang penting, yakni bentuk-bentuk register yang digunakan oleh atasan berbeda dengan register yang digunakan bawahan. Kedua bentuk register ini tidak dapat dipertukarkan pula pemakaiannya.
Dari sudut pandang pragmatik, karakteristik, register militer ditandai dengan pemakaian tindak tutur asertif, direktif, ekspresif, dan deklaratif yang khas dilingkungan militer. Tindak tutur tersebut berbeda antara karakteristik yang digunakan oleh atasan dengan yang digunakan oleh bawahan. Rehister militer juga memiliki karakteristik khusus dalam menggunakan prinsip-prinsip komunikasi tutur, khususnya prinsip kerja sama. Pemakaian maksim-maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan pelaksanaan amat dominan dalam tuturan militer.
Sistem komunikasi militer menghendaki jenis-jenis informasi yang langsung, singkat, dan akurat; tidak mendua dan tidak menimbulkan ketaksaan. Oleh karenanya, teori mengenai prinsip kesopanan dalam komunikasi resmi militer tidak banyak digunakan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Usdiyanto adalah sama-sama mengkaji tentang register. Perbedaannya, penelitian Usdiyanto lebih menekankan pada aspek pragmatik dan tindak tutur.
Penelitian Basuki (2003) berjudul “Karakteristik Pemakaian Bahasa dalam Program Telepon pada Radio di Wilayah Surakarta: Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik”, membahas tentang bentuk-bentuk tuturan, faktor-faktor yang mempengaruhi tuturan dan istilah kata yang ada dalam program telepon pada radio. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya (1) variasi bentuk tuturan yang mencakup variasi bidang fonologi, morfologi, leksikon dan sintaksis, (2) adanya faktor yang mempengaruhi pemakaian bahasa dalam program telopon yang meliputi partisipasi, situasi, tujuan, nada, suasana, berbicara, sarana tutur dan kesempatan berbicara, (3) adanya sejumlah kosa kata yang secara konvensional menjadi istilah yang khas dalam program telepon pada radio wilayah Surakarta.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Basuki terletak pada kajian sosiolinguistik pada karakteristik bahasanya dan kosa kata khusus. Perbedaannya, dalam penelitian Basuki menekankan pada faktor-faktor yang mempengaruhi tuturan.
Penelitian Wulandari (2004) berjudul “Karakteristik Bahasa pada Kartu Atensi di RSPD Buana Asri Sragen”, memperlihatkan hasil penelitian bahwa kata-kata khusus sebagai penentu sebuah pemakaian bahasa. Bahasa pada kirim program kartu atensi merupakan variasi bahasa yang mempunyai kata khas dengan makna yang khas pula. Hasil penelitian yang ditemukan: (1) sapaan khusus, (2) bentuk salam terdiri salam pembuka dan salam penutup, (3) tujuan atau tema adalah maksud dari penulis kartu Atensi. Tema dan penulis kartu Atensi antara lain: mengirim salam, meminta lagu, dan mencari informasi. Persamaan penelitian Wulandari dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang karakteristik bahasa. Perbedaannya, penelitian Wulandari lebih menekankan pada kata khas.
Penelitian Damayanti (2005) berjudul “Register Komunitas Musik pada Beberapa Restauran dan Hotel Berbintang di Kodya Surakarta”. Dari analisis data yang dilakukan, maka tercapailah satu simpulan (1) Komunitas Musik menggunakan beragam istilah atau kosakata khusus dalam berkomunikasi. (2) Istilah ataupun kosakata khusus tersebut dipergunakan berbagai percakapan yang terjadi dalam komunitas musik, serta mempunyai makna tersendiri. (3) Percakapan yang mengandung kosakata khusus dalam komunitas musik mempunyai fungsi untuk menyatakan maksud dan tujuan pembicaraan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Damayanti yaitu sama-sama meneliti tentang register cakupan sosiolinguitik. Perbedaannya, penelitian ini dengan penelitian Damayanti adalah lokasi penelitiannya.
Penelitian Khasanah (2005) berjudul “ Pemakaian bahasa di Panti Karya Wanita (PKW) Wanita Utama Surakarta (Kajian Sosiolinguistik)”. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) kosakata bahasa yang digunakan para wanita di Panti Karya Wanita cenderung bersifat kasar dan vulgar, berupa umpatan dan ungkapan khusus; (2) makna bahasa yang digunakan para wanita di Panti Karya wanita bermakna denotatif pada kata-kata kasar, vulgar dan ungkapan khusus dan bermakna konotatif pada kata-kata umpatan. Makna dapat diketahui dari kontek pembicaraan, siapa yang berbicara, kapan, di mana, dan mengenai masalah apa; dan (3) alasan yang mendasari penggunaan bahasa para wanita di Panti Karya Wanita dilandasi oleh faktor: (a) faktor kebiasaan; para wanita di Panti Karya Wanita biasanya berbahasa yang kasar dan vulgar. Hal ini disebabkan oleh kehidupan mereka yang sebelumnya; (b) faktor latar belakang dan status sosial; latar belakang kehidupan para wanita di Panti Karya Wanita berasal dari status sosial yang rendah serta dari kalangan yang tidak berpendidikan. Hal ini disinyalir mempengaruhi pola pikir dan kebiasaan mereka dalam berbahasa; dan (c) faktor emosi; emosi yang kurang terkendali menyebabkan para wanita di Panti Karya Wanita berbicara dengan bahasa yang kasar. Mereka sering meluapkan emosi kemarahannya dengan mengeluarkan kata-kata kasar maupun umpatan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Khasanah terletak pada kajian sosiolinguistik mengenai kosakata yang khas. Perbedaannya, penelitian Khasanah lebih menekankan pada faktor-faktor penyebab tuturan.
  1. Landasan Teori
1.    Sosiolinguistik
Pembicaraan mengenai studi sosiolinguistik berhubungan dengan tipe teori dalam linguistik. Menurut Verhaar dalam Dwiraharjo (2001:33) ada empat teori dalm linguistik. Tipe-tipe teori itu prinsip (dasar) analisisnya pada tiga hal. Yaitu (1) ekspresi, (2) makna, dan (3) situasi. Adapun keempat teori tersebut dapat disebutkan dan dijelaskan sebagai berikut.
a.       Teori yang mengakui tingkat ekspresi dan tingkat makna, yang kedua-duanya dimiliki oleh tuturan bahasa (lingual utterence); sebagai tokohnya yaitu Ferdinand de Saussure dan Hyelmslev.
b.      Teori yang mengakui ekspresi tetapi mengesampingkan makna dan kemudian dikenal dengan aliran Behaviorisme; sebagai tokohnya yaitu Bloomfield dan Haris.
c.       Teori yang mengaku ekspresi dan situasi sebagai faktor penentu pada tingkat makna akan tetapi makna sendiri tidak diakui secara penuh; seperti yang dikemukakan Malinowski dalam teori Firth, Boas dan Sapir.
d.      Teori yang mengakui makna, ekspresi, dan situasi sekaligus; sebagai tokohnya yaitu Reuchling.
Sehubungan dengan keempat teori tersebut, sosiolinguistik termasuk dalam teori yang keempat; akan tetapi dengan urutan ekspresi, situasi, dan makna. Sosiolinguistik analisisnya memperhitungkan ekspresi, situasi, dan makna, yang ketiga-tiganya harus erat hubungannya dan saling menentukan. Khususnya mengenai faktor situasi ini dalam sosiolinguistik dapat disejajarkan dengan kontek pemakaiannya (Dwiraharjo, 2001:34).
Studi sosiolinguistik memandang bahasa (ekspresi) bukan hanya sebagai tanda akan tetapi bahasa pertama-tama akan dipandang sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat tertentu. Oleh karena itu, penelitian bahasa secara sosiolinguistik selalu memperhitungkan pemakaiannya di dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial tertentu. Adapun faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi wujud bahasanya antara lain: ststus sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin, dan lain sebagainya. Selain itu, wujud bahasanya juga dipengaruhi oleh faktor situasional , misalnya siapa yang berbicara, bentuk bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan mengenai masalah apa. Faktor-faktor situasional tersebut seperti yang telah dirumuskan oleh Fishman Who speakswhat language to whom and when (dalam Suwito, 1996: 3; Dwiraharjo, 2001: 34; dan Wijana dan Rohmadi 2006: 7)
Pendapat tentang sosiolinguistik yang mudah dipahami dan dimengerti, penulis mengacu pada pendapat  Nababan (1991: 2) yakni “sosiolinguistik adalah studi bahasa yang berhubungan dengan penutur bahasa sebagai anggota masyarakat atau mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa khususnya variasi-variasi yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan”. Selain Nababan, pendapat dari ahli lainya yaitu Chaer dan Agustina (2004: 3) berpendapat bahwa “sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur”.
Telah dijelaskan di atas, bahwa sosiolinguistik adalah gabungan dari dua disiplin ilmu yaitu ilmu tentang kemasyarakatan dan ilmu tentang bahasa, dengan demikian sosiolinguistik bersifat interdisipliner, “sosiolinguistik berusaha menjelaskan kemampuan manusia  di dalam menggunakan aturan-aturan berbahasa secara tepat dalam situasi-situasi yang bervariasi” (Ohoiwutun, 2002: 9). Dengan pengertian di atas sangat jelas bahwa kemampuan manusia dalam berbahasa sangat penting. Dengan memahami prinsip-prinsip sosiolinguistik, setiap penutur akan menyadari betapa pentingnya peranan ketepatan pemilihan veriasi bahasa sesuai dengan konteks sosial; selain kebenaran secara struktural-gramatikal dalam pemakaian bahasa.
Karena sosiolinguistik termasuk ilmu yang bersifat interdisipliner, maka sosiolinguistik termasuk dalam pembidangan makrolinguistik. Maksud dari makrolinguistik di sini adalah penganalisisan bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor eksternal di luar bahasa, termasuk di dalamnya ilmu-ilmu bahasa terapan (Ohoiwatun 2002: 10).
Pengertian di atas dapat dikatakan, bahwa sosiolinguistik dalam area makrolinguistik sangat berguna untuk mengamati beberapa fakta sosial dalam memahami masalah-masalah bahasa dan memandang bahasa sebagai gejala sosial secara lebih jelas dan cermat.
2.    Pengertian Variasi Bahasa
Variasi bahasa merupakan bahasa pokok dalam studi sosiolinguistik, sehingga Kridalaksana mendefinisikan sosiolinguistik sebagai cabang ilmu linguistic yang berusaha menjelaskan cirri-ciri variasi bahasa tersebut dengan cirri-ciri sosial masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Fishman yang mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan fungsi pelbagi variasi bahasa, serta hubungan diantara bahasa dengan ciri fungsi itu di dalam suatu masyarakat (dalam Chaer dan Agustina, 2004:61).
Dalam kaitan dengan konsep variasi bahasa, Soepomo Poedjosoedarmo menjelaskan bahwa “variasi bahasa merupakan bentuk-bentuk dalam suatu bahasa yang masing-masing memiliki pola-pola yang menyerupai pola umum bahasa induknya” (dalam Purnanto, 2002: 17-18).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa variasi bahasa merupakan perbedaan-perbedaan bahasa yang timbul dari keanekaragaman identitas bahasa yang menumbuhkan perbedaan pengungkapan yang satu dengan pengungkapan yang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Spolsky (1998: 6) “variety is a term used to denote any identitiable kind of language” (variasi adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan identitas bermacam-macam bahasa) dan Nababan (1991: 13) mengartikan “variasi bahasa adalah perbedaan-perbedaan yang timbul karena aspek dasar bahasa, yaitu bentuk dan maknanya yang menunjukkan perbedaan yang kecil atau perbedaan yang besar antara pengungkapan yang satu dengan pengungkapan yang lain”.
Adapun wujud variasi-variasi bahasa akan bertipe idiolek, dialek, ragam bahasa, register, dan tingkat tutur (speech levels). Penjelasan kelima variasi bahasa itu dapat dijelaskan seperti berikut.
    1. Ideolek merupakan variasi bahasa yang sifatnya individual, maksudnya sifat khas tuturan seseorang berbeda dengan tuturan orang lain.
    2. Dialek merupakan variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan asal penutur dan perbedaan kelas sosial penutur. Oleh karena itu, muncul konsep dialek geografis dan dialek sosial (sosiolek).
    3. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disebabkan oleh adanya perbedaan dari sudut penutur, tempat, pokok tuturan, dan situasi. Dalam kaitan dengan itu akhirnya dikenal adanya ragam bahasa resmi (formal) dan ragam bahasa tidak resmi (santai, akrab).
    4. Register merupakan variasi bahasa yang disebabkan oleh adanya sifat-sifat khas keperluan pemakaiannya, misalnya dalam bahasa tulis dikenal adanya bahasa iklan, bahasa tajuk, bahasa artikel, dan sebagainya; dalam bahasa lisan dikenal dengan bahasa lawak, bahasa politik, bahasa doa, bahasa pialang, dan sebagainya.
    5. Tingkat tutur merupakan variasi bahasa yang disebabkan oleh adanya perbedaan anggapan penutur tentang relasinya (hubungannya) dengan mitra tuturnya (Maryono dalam Purnanto, 2002: 18).
3.    Ragam bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif antarmanusia. Dalam berbagai macam situasi, bahasa dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan pembicara kepada pendengar atau penulis kepada pembaca. Tentu saja, pada tiap-tiap situasi komunikasi yang dihadapi dan dipilih salah satu dari sejumlah variasi pemakaian bahasa. Berbahasa di pasar antarpembeli, antara pembeli dengan  penjual, atau antarpenjual pasti berbeda dengan berbahasa di depan orang yang dihormati, antara atasan dan bawahan, antar pasien dengan dokter, antar murid dan guru, antaranggota rapat dinas, dan sebagainya. Setiap situasi memungkinkan seseorang memilih variasi bahsa yang akan digunakannya. Faktor pembicara, pendengar, pokok pembicaraan, tempat dan suasana pembicaraan berpengaruh pada seseorang dalam memilih variasi bahasa. Istilah yang digunakan untuk menunjukkan salah satu dari sekian variasi pemakaian bahasa disebut dengan ragam bahasa. (Sugihastuti, 2000:8)
Pemilihan terhadap salah satu ragam bahsa dipengaruhi oleh faktor kebutuhan penutur atau penulis akan alat komunikasi yang sesuai dengan situasi. Tidak tepat kiranya apabila komunikasi di pasar menggunakan ragam bahasa seperti yang digunakan dalam rapat dinas. Demikian pula misalnya, komunikasi antara pelanggan dengan mekanik servis berbeda dengan komunikasi antarmenteri dalam siding kabinet. Dengan demikian terdapat berbagai variasi pemakaiaan bahasa sebagai alat komunikasi. Terdapat aneka ragam bahasa sesuai dengan fungsi dan situasi.
Macam-macam Ragam Bahasa
Mengingat fungsi dan situasi yang berbeda-beda dalam setiap komunikasi antarmanusia, tersedia bermacam-macam ragam bahasa.
Pertama, dari segi pembicara/penulis, ragam bahasa dapat diperinci berdasarkan (1) daerah, (2) pendidikan, dan (3) sikap.
a.         Ragam derah lebih dikenal dengan nama logat atau dialek. Ragam ini, antara lain, dapat disebut ragam bahsa dialek Jawa, dialek Bali, dialek Manado, dialek Banjarmasin, dialek Sunda, dialek Minang, dialek Jakarta, dan lain-lain. Ragam bahasa itu tercipta karena pengaruh kuat bahasa ibu si pembicara/penulis. Faktor aksen, kosa-kata, dan variasi gramatikal, umpamanya, seringkali berpengaruh sebagai pembeda tiap-tiap ragam dialek. Meskipun demikian, selama proses komunikasi dapat berjalan lancar, serta misalnya tidak menyangkut situasi resmi, ragam dialek tidak terlalu dipersoalkan. Dalam situasi nonresmi nyatalah bahwa raga mini relative sering digunakan dalam proses komunikasi antarbudaya.
b.         Ragam bahasa ditinjau dari segi pendidikan pembicara/penulis dapat dibedakan menjadi ragam cendekiawan dan ragam noncendekiawan. Pembedaan ini berdasarkan pada tingkat pendidikan formal dan nonformal pembicara/penulis. Golongan orang terpelajar, misalnya, akan berbeda ragam bahasanya dengan yang tidak terpelajar. Ragam bahasa orang yang berpendidikan lain dengan yang tidak berpendidikan. Ragam bahasa orang yang terdidik terpelihara. Badan dan lembaga pemerintah, pers, profesi ilmiah, mimbar agama, dan sebagainya memilih ragam bahasa orang terdidik.
c.         Ragam bahasa ditinjau dari segio sikap pembicara/penulis bergantung kepada sikapnya terhadap lawan komunikasi. Ragam ini dipengaruhi oleh, antara lain, pokok pembicaraan, tujuan dan arah pembicaraan, sikap pembicaraan, dan sebagainya. Segi-segi itulah yang membedakan raga mini menjadi ragam resmi dan nonresmi.
Kedua, dari segi pemakaiannya ragam bahsa diperinci berdasarkan (1) pokok persoalan, (2) sarana, dan (3) gangguan campuran.
a.         Ragam bahsa ditinjau dari segi pokok persoalan berhubungan dengan lingkungan yang dipilih dan dikuasai, bergantung pada luasnya pergaulan, pendidikan, profesi, kegemaran, pengalaman, dan sebagainya. Ragam ini menyangkut tiap-tiap bidang, misalnya teknologi, polityik ekonomi, perdagangan, seni, olahraga, perundang-undangan, agama, dan sebagainya. Pemilihan ragam bahasa yang menyangkut pokok-pokok persoalan sering menyangkut hal pemilihan kata, ungkapan khusus, dan kalimat khusus sehingga hal ini memberikan kesan bahwa terdapat berbagai ragam bahasa yang berbeda satu sama lain bergantung pada pokok persoalannya.
b.         Ragam bahasa ditinjau dari segi sarananya dibedakan menjadi ragam lisan dan ragam tulisa (tulisan). Ada berbagai hal yang membedakan bahasa lisan dengan tulisan. Unsur-unsur aksen, tinggi rendah dan panjang pendeknya suara, serta irama kalimat sulit dilambangkan dengan  ejaan ke dalam bahasa tulisan. Itulah sebabnya, ragam tulis harus selalu mengingat keutuhan dan kelengkapan fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan objek. Hubungan di antara fungsi-fungsi itu harus eksplisit nyata. Dilihat dari sejarahnya, ragam lisanlah yang lebih dahulu ada daripada ragam tulisan. Penggunaan setiap ragam dipertimbangkan berdasarkan keperluan dan latar belakang yang mendasarinya. Hal ini juga berhubungan dengan fungsi dan situasi pemakaiannya.
c.         Ragam bahasa, dalam pemakaiannya, sering terjadi gangguan percampuran unsur (kosakata misalnya) daerah maupun asing. Antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia terjadi kontak aktif yang mempengaruhi perkembangan kosakata demikian juga pengaruh bahsa asing terhadap bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang terpengaruh karena gangguan percampuran unsur-unsur itu mendorong pembicara/penulis untuk bersikap bijaksana dalam memilih. (Sugihastuti, 2000:14-16)
Dilihat dari berbagai segi, terlihat bahwa ada berbagai ragam bahasa sesuai dengan fungsi dan situasinya. Semua ragam bahasa itu termasuk ke dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, tidak semua ragam bahasa termasuk ke dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.
4.    Register
Register menurut Suwito (dalam Sujarwanto dan Jabrohim, 2002: 3) adalah bentuk variasi bahasa yang disebabkan oleh sifat-sifat khas kebutuhan pemakaian bahasa. Dengan kata lain bahwa setiap bidang yang dikerjakan oleh manusia lama-kelamaan sesuai dengan perkembangan bidang yang dimaksud, membutuhkan suatu bahasa tertentu demi kelancaran komunikasi dalam bidang tertentu tersebut. Hal ini menimbulkan suatu ciri khas bahasa yang dipakai, sehingga diharapkan setiap orang yang mendengar variasi bahasa tentu bisa langsung mengetahui bahwa bahasa yang dipakai itu berasal dari bidang pekerjaan yang dimaksud.
Dengan kata lain register adalah bahasa yang dipergunakan saat ini, tergantung pada apa yang sedang dikerjakan dan sifat kegiatannya. Register mencerminkan aspek lain dari tingkat sosial yaitu proses yang merupakan macam-macam kegiatan sosial yang biasanya melibatkan orang. Jadi, jelas bahwa setiap bidang kegiatan manusia mempunyai berbagai ciri khas yang berbeda dari bahasa lain. Hal ini senada dengan pakar bahasa Chaer dan Agustina (2004: 68) yang berpendapat bahwa register adalah variasi bahasa berdasarkan fungsi pemakaian bahasa.
Kedua pendapat di atas bias dijelaskan lebih lengkap lagi, bahwa fungsi khusus yang dimaksud adalah hubungan dengan tujuan apa yang ingin dicapai, mengapa orang menggunakan variasi bahasa tertentu yang berbeda dalam suasana yang berbeda. Jadi, fungsi khusus itu bisa berupa identitas diri sehingga masyarakat mengetahui bahwa seseorang dengan menggunakan variasi tertentu berasal dari kelompok teertentu. Namun fungsi paling pokok adalah agar komunikasi internal pada suatu kelompok social tertentu tidak terhambat atau bias lancar.
Sementara Wardaugh (dalam Purnanto, 2002: 19-20) memahami register sebagai pemakaian kosakata khusus yang berkaitan dengan jenis pekerjaan maupun kelompok sosial tertentu. Misalnya, pemakaian bahasa para pilot, manajer bank, para penjual, para penggemar musik jazz, perantara (pialang), dan sebagainya.
Jadi, secara popular register akan dibagi menjadi dua, yaitu register yang timbul karena kesibukan bersama yang tidak berkaitan dengan profesi dan register yang timbul karena orang-orang menjadi bagian dari profesi sosial bersama (Depdikbud dalam Purnanto, 2002: 22).
Berdasarkan uraian dari pakar bahasa mengenai register, maka dapat disimpulkan bahwa register adalah bahasa khusus yang timbul akibat interkasi sosial dalam kelompok sosial tertentu.
  1. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir dalam penelitian kualitatif merupakan gambaran bagaimana keterkaitan antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya. Kerangka berfikir digunakan peneliti bertujuan untuk menggambarkan, mengkaji, dan memahami permasalahan yang diteliti. Peneliti berusaha menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variable yang terlibat, sehingga posisi setiap variable yang akan dikaji menjadi jelas (Sutopo, 2002: 141). Dalam penelitian ini, peneliti membuat sebuah kerangka berfikir agar mempermudah dalam proses penelitian. Kerangka berfikir dalam penelitian ini menggunakan beberapa tahap.

Komunikasi merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi bisa terjadi dengan menggunakan bahasa sebagai perantara. Seperti halnya, percakapan mekanik dengan konsumen merupakan komunikasi atau proses interaksi satu dengan yang lain. Proses komunikasi ini akan membentuk bahasa yang khusus dan khas. Hal ini diakibatkan dalam bengkel istilah khusus dibutuhkan untuk memperlancar komunikasi dan pemahaman tuturan.
Penelitian ini meneliti tentang bagaimana karakteristik bahasa, register bahasa, dan kosa kata khusu yang digunakan dalam interaksi yang terjadi pada bengkel Raja. Data dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif, yakni data yang terkumpul berbentuk kata-kata yang terdapat dalam interaksi komunikasi yang terjadi di bengkel Raja.
  1. Desain Penelitian
Rancangan penelitian merupakan uraian singkat tentang langkah-langkah yang akan diambil untuk meneliti bahasa dalam perbengkelan. Penelitian ini membahas atau mengulas mengenai kajian sosiolinguistik. Penelitian ini memfokuskan pada karakteristik penggunaan bahasa, register bahasa dan kosakata khusus yang digunakan dalam interaksi pada bengkel Raja.
Interkasi yang terjadi menunjukkan maksud tertentu yang bersifat khas dan khusus. Oleh karena itu, dapat disimpulkan dalam langkah selanjutnya, dan menghubungkan dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Azwar (2010: 5) menyatakan bahwa penelitiaan dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif. Penelitian ini bersifat deskriptif karena data yang diperoleh tidak dapat dituangkan dalam bentuk bilangan, angka atau statistik.
Data diperoleh dengan merekam percakapan yang ada pada bengkel kemudian ditranskip dalam bentuk tulisan. Langkah selanjutnya, peneliti menganalisis dengan metode padan ekstralingual. Metode padan ekstralingual merupakan metode yang menghubung-bandingkan hal-hal yang di luar bahasa, misalnya referen, konteks tuturan, konteks sosial, pemakaian bahasa, penutur bahasa yang dipilah berdasarkan gender, usia, kelas sosial (Mahsun, 2007: 260).

BAB III
METODE PENELITIAN

A.      Jenis Penelitian
Bagdan dan Taylor (dalam Moleong, 2000: 3) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif  yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Krik dan Miller (dalam Moleong, 2000: 3) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.
Jenis penelitian ini adalah deskripsi kualitatif. Azwar (2010: 5) menjelaskan bahwa penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif  dan induktif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif juga menekankan pada analisis terhadap hubungan antarfenomena yang dicermati, dengan menggunakan logika ilmiah. Penelitian ini bersifat deskriptif karena data yang diperoleh bukan berwujud bentuk bilangan, angka atau statistik.

B.       Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah lingual yang digunakan dalam interaksi pada bengkel Motor Raja. Lingual tersebut mengandung rincian karakteristik bahasa yang digunakan, register bahasa dan kosa kata khusus yang terjadi di Bengkel Motor Raja, Pajang, Surakarta.

C.      Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Bengkel Motor Raja, Pajang, Surakarta. Bengkel Motor Raja merupakan salah satu bengkel yang melayani servis dan penjualan onderdil di daerah Pajang. Bengkel tersebut sangat laris, karena letaknya cukup strategis yaitu terletak pada jalan raya Dr. Radjiman Pajang Surakarta. Bengkel tersebut setiap harinya melayani servis motor dan melayani penjualan onderdil. Dengan dibantu tiga tenaga mekanik bengkel tersebut bisa melayani servis hingga 20 motor.

D.      Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan bulan Januari-April 2012.
No.
Bulan
Kegiatan
1.
Januari
a)    Pengumpulan data sesuai dengan tatacara pengumpulan data yang sudah direncanakan dari sumber data.
b)    Membuat transkrip dari data yang diperoleh ke dalam bentuk bahasa tulis.
c)    Mengelompok data yang terkumpul sesuai dengan kajiannya.
2.
Februari
d)   Menganalisi transkrip percakapan/interaksi yang telah dikumpulkan dan dikelompokkan sesuai metode pengumpulan data dan sesuai dengan rumusan masalah penelitian.
e)    Menulis kesimpulan sementara dari hasil analisis.
3.
Maret-April
f)     Menyusun laporan sementara.
g)    Mengkaji ulang laporan.
h)    Menyusun laporan keseluruhan.
i)      Memperbanyak laporan.

E.       Data dan Sumber Data
Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam yang harus dicari dan disediakan dengan sengaja oleh peneliti yang sesuai dengan masalah yang diteliti (Sudaryanto, 1993: 3). Sutopo (2002: 73) juga memaparkan bahwa data pada dasarnya merupakan bahan yang dikumpulkan oleh peneliti dari dunia yang dipelajarinya. Data dapat terdapat pada segala sesuatu apapun yang menjadi bidang dan sasaran peneliti. Data dalam penelitian ini berbentuk wacana, kalimat, kata (tunggal atau kompleks) atau morfem tertentu.
Sumber data adalah asal data yang diperoleh. Asal data dari penelitian ini adalah percakapan interaksi yang terjadi di Bengkel Motor Raja Pajang, Surakarta. Oleh sebab itu, data penelitian ini adalah data lisan yang diambil dari percakapan yang terjadi di Bengkel Motor Raja, Pajang, Surakarta dengan cara menyimak dan merekam.

F.       Teknik Penyediaan Data
Data sangat penting dalam suatu penelitian dan harus dicari oleh peneliti dengan teknik tertentu. Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh data yang berkualitas. Adapun pengumpulan data dapat digunakan metode atau teknik tertentu. Metode dan teknik tertentu yang dipilih sesuai dengan sifat data. Penggunaan salah satu metode sepenuhnya tergantung pada watak objek, sasaran dan tujuan penelitian (Sudaryanto, 1993: 3).
Penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang berupa teknik menyimak, mencatat, merekam, dan wawancara. Menurut Mahsun (2007: 92) menyebutkan bahwa metode simak memiliki teknik lanjutan berupa teknik catat. Teknik catat menjadi dasar dalam metode simak. Simak catat adalah mengadakan penyimakan terhadap pemakaian bahasa lisan yang bersifat spontandan mengadakan pencatatan terhadap data relevan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Selain menggunakan teknik catat, penulis juga mengguanakan teknik rekam, yaitu merekam semua peristiwa penggunaan bahasa dalam interaksi yang terjadi di bengkel. Teknik rekam dilaksanakan dengan merekam penggunaan bahasa dengan menggunakan alat perekam (hand phone). Dilaksanakannya teknik rekam yaitu sebagai bentuk pengawetan peristiwa tutur yang diamati. Pelaksanaan teknik rekam ada dua cara, yaitu (1) teknik rekam secara terbuka, maksudnya perekam yang diketahui oleh pihak yang direkam, teknik rekam secara terbuka dilaksanakan berdasarkan dua pertimbangan dari pihak yang direkam dan dari pihak penulis sendiri, (2) teknik rekam secara tertutup, maksudnya perekam yang tidak diketahui oleh pihak yang direkam, teknik rekam secara tertutup delaksanakan dengan tujuan agar peristiwa tutur dapat berlangsung secara wajar apa adanya.
Peristiwa tutur yang telah direkam kemudian ditranskripsikan agar dapat mempermudah pelaksanaan kerja analisis data. Dalam pentranskipan tidak menyertakan beberapa hal sebagai berikut:
1.      suara kendaraan, suara jalan dan lain-lain yang ikut terekam,
2.      suara pihak lain yang tidak diperlukan dan ternyata ikut terekam.
Selanjutnya adalah teknik wawancara dengan beberapa orang yang terdapat pada begkel tersebut. Wawancara disini bersifat lentur dan terbuka, tidak berstruktur ketat, dan dilaksanakan secara informal. Wawancara dilakukan beberapa kali sesuai dengan keperluan penulis yang berkaitan dengan kejelasan dan kemantapan masalah yang sedang diteliti. Tujuan wawancara ini adalah untuk mendapatkan data yang lebih mendalam dan terperinci sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan penulis.

G.      Teknik Analisis Data
Sudaryanto (1993: 6) menjelaskan bahwa analisis data merupakan upaya peneliti menanganai langsung masalah yang terkandung pada data. Penanganan itu tampak dari adanya tindakan mengamati yang segera diikuti dengan ”membedah” atau menguraikan masalah yang bersangkutan dengan cara- cara khas tertentu.
Moleong (2001: 103) menyatakan bahwa analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema yang dirumuskan hipotesis kerja.
       Dalam analisis data ini penulis menggunakan metode padan ekstralingual. Metode padan ekstralingual merupakan metode yang menghubung-bandingkan hal-hal yang di luar bahasa, misalnya referen, konteks tuturan, konteks sosial, pemakaian bahasa, penutur bahasa yang dipilah berdasarkan gender, usia, kelas sosial (Mahsun, 2007: 260).
       Analisis padan ekstralingual bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk register bahasa yang ada pada bengkel motor Raja Pajang Surakarta.
       Contoh analisis data:
Pelanggan     : Mas cobo cekken rem buri kok suarane yen direm ngik, ngik, ngik.
Mekanik       : Paling kampase entek mas.
Pelanggan     : Yo dicek sik mas, yen entek mengko diganti sisan ya. Masalahe arep tak nggo luar kota sisuk.
Mekanik       : Iyo mas, tak ngrampungne karburatore sik ya mas.
Pelanggan     : Oke-oke.

Translit.
Pelanggan     : Mas coba dicek rem belakang kok suaranya kalau direm bunyi ngik ngik ngik.
Mekanik       : Mungkin kampasnya habis mas.
Pelanggan     : Ya dicek dulu mas, kalau habis nanti diganti sekaliyan ya. Masalahnya mau saya bawa keluar kota besok.
Mekanik       : Iya mas, saya selesaikan karburatornya dulu ya mas.
Pelanggan     : Oke-oke

       Percakapan di atas merupakan percakapan antara pelanggan dengan mekanik servis di bengkel Raja Motor. Dalam percakapan tersebut terdapat istilah maupun kosakata khusus sebagai bentuk interaksi yang berbeda dengan interaksi di bidang lain. Istilah khusus tersebut digunakan untuk mempermudah ja;annya komunikasi antara pelanggan dengan mekanik servis.

H.      Penyajian Hasil Analisis Data
       Sudaryanto (1993: 145) mengemukakan bahwa metode penyajian informal merupakan perumusan dengan kata- kata biasa walaupun dengan terminologi yang teknis. Penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang- lambang.  Penelitian ini menggunakan metode penyajian data formal. Hasil analisis data dalam penelitian ini yaitu karakteristik, register, dan kosa kata khusus pada Bengkel Motor Raja Pajang Surakarta
                              

 
DAFTAR PUSTAKA


Azwar, Saifudin. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Basuki. 2003. “Karakteristik Pemakaian Bahasa dalam Program Telepon pada Radio di Wilayah Surakarta”. (Tesis). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Damayanti, Wening. 2005. “Register Komunitas Musik pada Beberapa Restauran dan Hotel Berbintang di Kodya Surakarta”. (Skripsi). Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dwiraharjo, Maryono. 2001. Bahasa Jawa Krama. Surakarta: Pustaka Cakra.

Khasanah, Anna Uswatun. 2005. “Pemakaian Bahasa di Panti Karya Wanita (PKW) Wanita Utama Surakarta (Kajian Sosiolinguistik)”. (Skripsi). Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.

Nababan, P. W. J. 1991. Sosiolinguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Ohoiwutun, Paul. 2002. Sosiolinguistik. Jakarta: Kesaint Blanc.

Purnanto, Dwi. 2002. Register Pialang Kendaraan Bermotor. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Setyonugroho. 2003. “Pemakaian Bahasa Jawa di Pantai Sosial Kebakkramat”. (Skripsi). Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta.










 
Spolsky, Bernard. 1996. Sosiolinguistics. Oxford: Oxford University Press.

Sugihastuti. 2000. Bahasa Laporan Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar



 


Sugono, Dendy. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Sujarwanto dan Jabrohim. 2002. “Register Kenek-Sopir Bus Kota di Yogyakarta” dalam Bahasa dan Sastra Indonesia Menuju Peran Transformasi Sosia Budaya Abad XXI. Edisi Pertama. Halaman 3-13. Yogyakarta: Gama Media

Sumarlam. 2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra.

Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Uneversitas Negeri Sebelas Maret Press.

Suwito. 1996. Sosiolinguistik. Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret Press.

Usdiyanto. 2003. “Register Militer: Kajian Sosiopragmatik (Studi Kasus di Sekolah Menengah Umum Taruna Nusantara Magelang)”. (Tesis). Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

Wibowo, Wahyu. 2001. Manajemen Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wijana, I. D. Putu dan M. Rohmadi. 2006. Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wulandari, Ika. 2004. “Karakteristik Bahasa pada Kartu Atensi di RSPD Buana Asri Sragen Bulan April-Juni 2004”. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.























 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar